TODAY, 11 April:
From Blaming to
Forgiving (Dari Menyalahkan Menjadi Mengampuni)
Our most painful suffering often comes from those who love us and
those we love. The relationships between husband and wife, parents and
children, brothers and sisters, teachers and students, pastors and
parishioners - these are where our deepest wounds occur. Even late in life,
yes, even after those who wounded us have long since died, we might still
need help to sort out what happened in these relationships.
Penderitaan yang paling menyakitkan seringnya datang dari mereka yang
mencintai kita dan yang kita cintai. Relasi antara suami dan istri, orangtua
dan anak, saudara lelaki dan perempuan, guru dan murid, pastor dan umat
paroki – ini adalah tempat di mana luka yang paling dalam terjadi pada kita.
Bahkan sampai nanti, ya, bahkan ketika mereka yang melukai kita sudah meninggal
dunia, kita masih membutuhkan bantun untuk menyelesaikan apa yang sudah
terjadi dalam relasi-relasi ini.
The great temptation is to keep blaming those who were closest to us for our present, condition saying: "You made me who I am now, and I hate who I am." The great challenge is to acknowledge our hurts and claim our true selves as being more than the result of what other people do to us. Only when we can claim our God-made selves as the true source of our being will we be free to forgive those who have wounded us. (From Blaming to Forgiving - Henry Nouwen Society)
Godaan terbesar adalah untuk tetap
menyalahkan mereka yang dekat dengan kita dikarenakan keadaan kita saat ini
dengan berkata, “ Kamulah yang membuat saya seperti hari ini, dan saya benci
diriku.” Tantangan terbesar adalah untuk mengakui luka-luka kita dan
menyatakan bahwa diri kita yang sesungguhnya lebih dari sekadar sebuah hasil
dari apa yang dilakukan orang lain terhadap kita. Hanya ketika kita menyatakan
bahwa diri kita yang sudah dijadikan Allah adalah sumber sejati dari pribadi
kita, kita akan memiliki kebebasan untuk mengampuni mereka yang sudah melukai
kita. (From Blaming to Forgiving – Henry Nouwen Society).
Saya kira, apa yang saya baca dan bagikan
hari ini sangat relevan dan terjadi pada setiap kita.
Tidak banyak kata yang bisa terucap,
hanyalah sebuah kesadaran bahwa memang kita sering terlanjur menyalahkan orang
lain atas keadaan yang menimpa diri kita.
Meskipun nampaknya itu adalah suatu
kesalahan, percayalah bahwa segala sesuatu itu ada maksud-Nya.
Hanya mungkin saat ini kita belum melihat,
ada apa di balik ini semua?
Tetap bersabar, tetap percaya…
Berhenti menyalahkan dan belajar mau
mengampuni…
Semoga secara berproses kita menjadi lebih
baik dalam tuntunan Allah dan Roh Kudus-Nya.
Amin
(-fon-)/ Fonny Jodikin
Lalu kata Yusuf kepada saudara-saudaranya itu: "Marilah
dekat-dekat. " Maka mendekatlah mereka. Katanya lagi:
"Akulah Yusuf, saudaramu, yang kamu jual ke Mesir. 45:5 Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah
menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara
kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.
45:6 Karena telah dua tahun ada kelaparan dalam negeri ini dan selama lima tahun lagi orang
tidak akan membajak atau menuai. 45:7 Maka Allah telah menyuruh aku mendahului
kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan
untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong.
--- Kejadian 45:4-7
|
No comments:
Post a Comment